Pasar Kaget

Juli 7, 2009

Salah satu pasar tradisional adalah pasar kaget. Disebut pasar kaget karena adanya tiba-tiba. Tanpa inpres. Tanpa dana pemerintah. Biasanya berdiri di atas tanah-tanah kosong di perumahan. Buka pada hari-hari tertentu atau jam-jam tertentu. Umumnya pagi hari ba’da subuh sampai jam sepuluhan.

Karena buka pagi itulah barangkali kenapa ibu-ibu yang belanja maupun bapak-bapak yang mengantarkan istrinya tidak sempat mandi dulu.

Pagi ini saya yang juga belum mandi mengantarkan istri belanja di pasar kaget di jalan Rusa, Cikarang Baru. Istri juga belum mandi dan anak ketiga saya yang ngintil juga demikian. Sambil duduk di atas sadel motor, saya mengamati wajah-wajah pengunjung pasar kaget ini. Hampir seratus persen yang lewat di depan saya saya indikasikan belum mandi, termasuk seorang Bapak yang mengantarkan istrinya yang parkir di sebelah motor saya. Jadi saya ada temannya nih. Sama sama belum mandi.

Ada ciri-ciri nyata di raut wajah orang yang belum mandi. Mata yang masih sembab, kulit muka yang belum segar, rambut masih kusut…. dan baju daster belum dilepas. Saya, istri dan anak sayapun memenuhi kriteria ini kecuali …baju daster. Alhamdulillah, untuk pakaian tak nampak ciri-ciri itu pada kami bertiga….

Melihat fenomena ini saya jadi teringat anak saya yang di SD. Dia pernah belajar perbedaan pasar tradisional dan pasar modern. Katanya pasar modern itu satu pedagang jualannya banyak, harga pas tak ada tawar menawar, ada kasir untuk terima pembayaran, dagangan teratur rapih dan terawat bersih. Sedangkan pasar tradisional itu banyak pedagang, harga bisa ditawar, tidak ada kasir, kumuh dan bau, becek kalau hujan.

Maka sejak pagi ini saya tambahkan: ciri pasar tradisional adalah pengunjungnya belum mandi, pengunjungnya pake baju seadanya.. kayaknya kebanyakan pake baju yang dipakai saat tidur semalam . ….

Pantas saja pasar tradisional itu bau, ya….

Dahsyatnya Uang Receh

Juli 5, 2009

Belanja di Indonesia, siap-siap aja membayar lebih dari harga yang tertera. Karena meskipun harganya sampai pecahan terkecil, namun faktanya toko tak mampu memberikan kembalian secara lengkap. Kelangkaan pecahan receh uang RI menjadi penyebab utamanya. Hal ini mungkin karena nilai nominal uang sudah lebih kecil daripada nilai material uang itu sendiri, sehingga pemerintah males mencetak uang receh lagi.

Ketika sempat melawat ke Jepang dan Amerika, ternyata hal ini tak terjadi. Di sana, pecahan uang terkecil selalu tersedia. Jadi tidak ada penjual yang minta maaf karena tidak ada kembalian recehan atau malah menggantinya dengan permen sebagamana di Indonesia.

Banyak warung bahkan mini market modern menyediakan permen sebagai ‘mata uang’ pengganti uang receh itu. Ketika membuka warung dulu saya juga terpaksa menyediakan permen sebagai pengganti receh kembalian belanja konsumen. Ketika itu saya mendapatkan keuntungan ganda. Pertama, saya tidak usah repot-repot cari uang receh. Yang kedua setiap kantong permen yang saya ’jual’ sebagai kembalian saya untung 500 – 1000 rupiah. Selain permen saya juga siapkan snack lainnya sebagai alternatif pilihan. Ini saya pikir lebih baik daripada saya mengatakan tak ada kembalian receh sehingga pembeli mengikhlaskan uangnya ’dengan keterpaksaan’.

Lho, ikhlas kok terpaksa? Ya jelas. Saya merasakan sendiri ketika memfotokopi dokumen yang cuma seratus lima puluh rupiah. Saya akhirnya membayar dengan tiga ratus rupiah karena uang seribuan saya Cuma dapat kembalian 700 rupiah, dengan alasan tidak ada uang receh. Ya, terpaksa saya mengikhlaskannya.

Di semua minimarket, saya beli permen sekantong sebagai teman nyopir beberapa saat lagi. Saat bayar, tidak ada kembalian receh. Maka dua butir permen nyelip di antara beberapa ribuan uang kembalian….. Saya tegur si mbak di kasir. ”Mbak beli permen kok dapat kembalian permen…” Meskipun saya tau gak bakalan ada jawaban.

Di warung sebelah rumah lebih lucu lagi. Anak saya saya suruh beli korek api. Dengan uang seribu rupiah, maksud saya beli satu saja. Eh gak tahunya dapat empat dan tanpa kembalian. Katanya gak ada kembalian….. Lha … beli korek dapat kembalian korek pula. Ini… kenyataan. Maka karena saya gak bisa memaksa keikhlasan saya, saya datengi tuh warung dan saya kembalikan korek kembalian itu…..

Tip Top, sebuah supermarket yang dikenal sangat ramai itu punya kiat khusus dalam menyikapi banyaknya selisih uang kembalian dari pelanggan. Tidak seperti swalayan pada umumnya yang ‘memaksa’ pelanggan ikhlas menerima permen, Tip Top berkomitmen untuk menyalurkan ‘uang receh’ itu untuk infaq dan shodaqoh. Dari uang receh kembalian itu saja, bisa terkumpul uang lebih dari lima puluh juta per bulannya.

Mendengar berita ini, ada dua pelajaran penting: Pertama: pembeli tidak dipaksa ikhlas menerima ’mata uang’ permen. Tapi benar-benar ikhlas bersedekah…… Ternyata membuat orang ikhlas itu mudah jika kita tahu jalannya.

Yang kedua, ternyata uang receh ini dahsyat sekali potensinya jika dikoordinir dengan baik dan bukan untuk kepentingan pribadi. Apalagi masih banyak rakyat yang memerlukan uluran tangan kita.

Samikuring, ditulis saat blogshop Cimart dan Kompasiana, 5 Juli 2009
*Test posting ke Kompasiana.

Hello world!

Juli 5, 2009

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!